I. Ruang Lingkup dan Definisi Pengelasan
a.
Definisi pengelasan menurut American Welding Society, 1989
Pengelasan
adalah proses penyambungan logam atau non logamyang dilakukan dengan memanaskan
material yang akan disambung hingga temperatur las yang dilakukan secara :
dengan atau tanpa menggunakan tekanan (pressure),hanya dengan tekanan
(pressure), atau dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi (filler)
b.
Definisi pengelasan menurut British Standards Institution, 1983
Pengelasan
adalah proses penyambungan antara dua atau lebih material dalam keadaan plastis
atau cair dengan menggunakan panas (heat) atau dengan tekanan (pressure) atau
keduanya. Logam pengisi (filler metal) dengan temperatur lebur yang sama dengan
titik lebur dari logam induk dapat atau tanpa digunakan dalam proses
penyambungan tersebut.
II. Sejarah pengelasan
Para
ahli sejarah memperkirakan bahwa orang Mesir kuno mulai menggunakanpengelasan
dengan tekanan pada tahun 5500 SM (untuk membuatpipa tembaga denganmemalu
lembaran yang tepinya saling menutup). Winterton menyebutkan bahwa bendaseni
orang Mesir yang dibuat pada tahun 3000 SM terdiri dari bahan dasar tembaga dan
emas hasil peleburan dan pemukulan. Jenis pengelasan ini, yang disebut
pengelasan tempa {forge welding), merupakan usaha manusia yang pertama dalam
menyambung dua potong logam. Contoh pengelasan tempa kuno yang terkenal adalah
pedang Damascus yang dibuat dengan menempa lapisan-lapisan besi yang berbeda
sifatnya.
Pengelasan
tempa telah berkembang dan penting bagi orang Romawi kuno sehingga mereka
menyebut salah satu dewanya sebagai Vulcan (dewa api dan pengerjaan logam)
untuk menyatakan seni tersebut. Sekarang kata Vulkanisir dipakai untuk proses
perlakuan karet dengan sulfur, tetapi dahulu kata ini berarti “mengeraskan”.
Dewasa ini pengelasan tempa secara praktis telah ditinggalkan dan terakhir dilakukan
oleh pandai besi.
Tahun
1901-1903 Fouche dan Picard mengembangkan tangkai las yang dapat
digunakandengan asetilen (gas karbit), sehingga sejak itu dimulailah zaman
pengelasan danpemotongan oksiasetilen (gas karbit oksigen).Periode antara 1903
dan 1918 merupakan periode pemakaian las yang terutamasebagai cara perbaikan,
dan perkembangan yang paling pesat terjadi selama Perang Dunia I (1914-1918).
teknik pengelasan terbukti dapat diterapkan terutama untuk memperbaiki kapal
yang rusak. Winterton melaporkan bahwa pada tahun 1917 terdapat 103 kapal musuh
di Amerika yang rusak dan jumlah buruh dalam operasi pengelasan meningkat dari
8000 sampai 33000 selama periode 1914-1918. Setelah tahun 1919, pemakaian las
sebagai teknik konstruksi dan pabrikasi mulai berkembang dengan pertama
mwnggunakan elektroda paduan (alloy) tembaga-wolfram untuk pengelasan titik
pada tahun 1920. Pada periode 1930-1950 terjadi banyak peningkatan dalam
perkembangan mesin las. Proses pengelasan busur nyala terbenam (submerged) yang
busur nyalanya tertutup di bawah bubuk fluks pertama dipakai secara komersial
pada tahun 1934 dan dipatenkan pada tahun 1935. Sekarang terdapat lebih dari 50
macam proses pengelasan yang dapat digunakan untuk menyambung pelbagai logam
dan paduan.
Pengelasan
yang kita lihat sekarang ini jauh lebih kompleks dan sudah sangat berkembang.
Kemajuan dalam teknologi pengelasan tidak begitu pesat sampai tahun 1877.
Sebelum tahun 1877, proses pengelasan tempa dan peyolderan telah dipakai selama
3000 tahun. Asal mula pengelasan tahanan listrik {resistance welding) dimulai
sekitar tahun 1877 ketika Prof. Elihu Thompson memulai percobaan pembalikan
polaritas pada gulungan transformator, dia mendapat hak paten pertamanya pada
tahun 1885 dan mesin las tumpul tahanan listrik {resistance butt welding)
pertama diperagakan di American Institute Fair pada tahun 1887.
Pada
tahun 1889, Coffin diberi hak paten untuk pengelasan tumpul nyala partikel
(flash-butt welding) yang menjadi satu proses las tumpul yang penting. Zerner
pada tahun 1885 memperkenalkan proses las busur nayala karbon {carbon arc
welding) dengan menggunakan dua elektroda karbon, dan N.G. Slavinoff pada tahun
1888 di Rusia merupakan orang pertama yang menggunakan proses busur nyala logam
dengan memakai elektroda telanjang (tanpa lapisan). Coffin yang bekerja secara
terpisah juga menyelidiki proses busur nyala logam dan mendapat hak paten
Amerika dalam tahun 1892. Pada tahun 1889, A.P. Strohmeyer memperkenalkan
konsep elektroda logam yang dilapis untuk menghilangkan banyak masalah yang
timbul pada pemakaian elektroda telanjang.
Thomas
Fletcher pada tahun 1887 memakai pipa tiup hidrogen dan oksigen yang terbakar,
serta menunjukkan bahwa ia dapat memotong atau mencairkan logam.
Pada
saat sekarang ini teknik las telah dipergunakan secara luas yang dimanfaatkan
dalam berbagai bidang. Luasnya penggunaan teknologi las disebabkan karena
bangunan dan mesin yang dibuat dengan mempergunakan teknik pengelasan ini
menjadi lebih murah.
III. Penggunaan & pengembangan teknologi las
Lingkup
penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas meliputi perkapalan,
jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan rel
dan sebagainya.
Disamping
itu untuk pembuatan las, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi
misalnya untuk mengisi lubang-lubang coran, membuat lapisan keras pada
perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macam-macam reparasi
lainnya.
Pengelasan
bukan tujuan utama dari konstruksi tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai
ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan dan cara pengelasan
harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan
kegunaan konstruksi serta keadaan sekitarnya.
Pengembangan Teknologi Las
1. Las Busur Listrik
Selama
berabad-abad las tempa dipakai sebagai proses utama untuk menyambung logam
tanpa banyak mengalami perkembangan. Pada awal abad 19, ditemukan cara baru
yaitu las busur nyala listrik (Elekctric Arc Welding) dengan electrode carbon
batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan battery sebagai sumber tenaga
listrik. Kelemahan utama proses las listrik carbon adalah oksidasi yang
relative tinggi pada lasan (lasan mudah karat) sehingga las ini banyak dipakai.
Pada
waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las tahanan (Resistance Welding).
Seorang ahli fisika dari Inggris, James Joule, diakui sebagai penemunya. Pada
tahun 1856 dia memenaskan dua batang kawat dengan aliran listrik. Selama proses
pemanasan, kedua kawat tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata kedua kawat
tersebut saling terikat setelah selesai dipanaskan.
Pada
perkembangan selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa jenis proses
pengelasan, missal las flash (Flas Welding) pada tahun 1920.las tahanan listrik
mencapai kejayaannya setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk memenuhi
kebutuhan dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang meliputi las
titik, interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosenya menerapkan
panas dan tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan penekanan benda
kerja berbentuk plat.
Pada
decade berikutnya, diperkenalkan last hermit (Thermit Welding) berdasarkan
prose kimiawi sehingga menambah kesanah teknologi pengelasan. Las
thermiddiperoleh dengan menuangkan logam cair diantara dua ujung logam yang
akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua logam menyatu
dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan tambah.
Pada
akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini berhasil menggeser pemakaian
las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk beberapa decade sampai
dikembangkan las listrik..
Pada
tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya perbaikan las busur listrik
yang mana las busur tersebut memakai electrode terbungkus. Setelah terbakar,
pembungkus electrode menghasilkan gas dan terak. Gas melindungi kawah lasan
dari oksidasi pada saat proses pengelasan sedang berlangsung. Terak melindungi
lasan selama proses pembekuan hingga dingin (sampai terak dibersihkan).
Keterbatasan las busur electrode batangan adalah panjang ektode yang terbatas
sehingga setiap periode tertentu pengelasan harus berhenti mengganti electrode.
Efesiensi bahan tanbah jauh dari 100% karena mesti ada puntungnya.
Bertitik
tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir tahun 1930an diciptakan las busur
electrode gulungan. Secara prinsip, pengelasan tidak perlu berhenti sebelum
sampai ujung jalur las. Dan pengelasan dapat dilakukan dengan cara semi
otomatis atau otomatis. Sebagai pelindung dipakai flux. Flux dituangkan sesaat
dimuka electrode sehingga busur nyala listrik terpendam oleh flux.
Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur nyala listrik, kelemahannya, las
terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada posisi lain flux akan jatuh
berhamburan sebelum berfungsi.
Pada
tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten. Tungsten tidak mencair oleh
panasnya busur nyala listrik sehingga tidak terumpan dalam lasan. Sebagai
pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk beberapa saat dapat bertahan pada
kondisinya. Gas inti disemburkan kedaerah lasan sehingga lasan terhindar dari
oksidasi. Karena menggunakan las inti sebagai bahan pelindung las ini sering
disebut las TIG ( Tungsten Inert Gas).
Keberhasilan
pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba pula pad alas elektroda gulungan
pada awal tahun 1950an. Proses ini selanjutnya disebut Gas Metal Arc Welding
(GMAW) atau las MIG (Metal Inert Gas). Kaena gas argo sangat mahal maka dipakai
gas campuran argon dan oksigen atau gas CO yang cukup aktif. Las ini biasa
disebut dengan Metal Aktif Gas (MAG). Dapat pula dipakai pelindung campuran
argon dengan CO selama tidak lebih dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak
meninggalkan terak. Perlu diketahui bahwa gas gas pelindung lebih mahal, maka
cara tersebut hanya dipakai untuk keperluan khusus.
Berikutnya
ditemukan las busur electrode gulungan dengan pelindung lasan berupa serbuk.
Supaya dapat dipakai pada segala posisi, elektroda dibuat berlubang seperti
pipa untuk menempatkan flux. Proses ini relative lebih murah dari pada las
busur gas, dapat untuk segala posisi dan teknis pengelasan dapat dikembangkan
secara semi otomatis atau otomatis penuh las ini disebut las busur elektroda
berinti flux (Flux Core Arc Welding) Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen
yang akan dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las stud. Stud terpasang
pada benda utama melalui tiga tahap yaitu seting posisi, pencarian ujung stud
dan benda utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur nyala
dimatikan.
Setelah
itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu 10000 sampai 500000 Hz. Las
listrik frekuensi tinggi sering disebut las induksi. Ditinjau dari proses
penyatuan benda kerja, las ini termasuk las padat yang dibantu dengan panas
untuk memecah lapisan oksidasi atau kotoran pada permukaan benda kerja. Panas
yang dihasilakan sangat tipis dipermukaan benda kerja sehingga las ini sangat
cocok untuk plat tipis.
Pada
tahun 1950an , diubahnya energi listrik menjadi seberkas electron yang
ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih besar dan dimensi bekas
electron jauh lebih kecil dari busur nyala listrik, pengelasannya sangat cepat
maka sangat cocok untuk produksi masal. Daerah panas menjadi lebih sempit
sehingga sangat cocok untuk bahan yang sensitive terhadap perubahan panas.
Kualitas lasan sangat baik dan akurasi , hanya saja peralatannya sangat mahal.
Cara ini biasa disebut las electron ( Electron Beam Welding).
2. Las Gesek
Pada
tahun 1950, AL Chudikov, seorang ahli mesin dari Uni Sovyet, mengemukakan hasil
pengamatannya tentang teori tenaga mekanik dapat diubah menjadi energi panas.
Gesekan yang terjadi pada bagian-bagian mesin yang bergerak menimbulkan banyak
kerugian karena sebagian tenaga mekanik yang dihasilkan berubah menjadi panas.
Chudikov berpendapat, proses demikian mestinya bias dipakai pada proses
pengelasan. Setelah melalui percobaan dan penelitian dia berhasil mengelas
dengan memanfaatkan panas yang terjadi akibat gesekan. Untuk memperbesar panas
yang terjadi, benda kerja tidak hanya diputar tetapi ditekan satu terhadap yang
lain. Tekanan juga berfungsi mempercepat fusi. Cara ini disebut las gesek
(Friktion Welding)
3.Las Plasma
Las
plasma busur nyala listrik (Plasma Arc Welding). Proses plasma sebenarnya merupakan
penyempurnaan las tungsren, hanya saja busur nyala listrik tidak muncul
diantara elektroda dengan benda kerja tetapi muncul antara ujung elektroda
dengan gas inti yang mengalir di sekitarnya. Las plasma ternyata lebih baik
dari las tungsten karena busur nyala listrik yang muncul lebih stabil dengan
diameter lebih kecil sehingga panasnya lebih terpusat. Proses pengelasan bias
lebih cepat, disamping itu tungsten tidak pernah menyentuh benda kerja.
4.Las Suara
Awal
tahun 1960 ditandai dengan penemuan las yang menggunakan suara frekuensi tinggi
(Ultrasonic Welding). Las ini juga menggunakan listrik dalam proses kerjanya,
tidak ada aliran listrik pada benda kerja, panas yang ditimbulkan semata-mata
hasil proses dan sifatnya hanya membantu dalam proses penyatuan benda kerja.
Suara
yang digunakan berkisar antara 10000 sampai 175000 Hz, getaran suara disalurkan
melalui sosotrode yang dipasang pada benda kerja. Kemudian tekanan yang
diterapkan pada benda kerja selama proses. Kelebihan proses ini adalah sesuai
untuk benda tipis dan tidak terpengaruh jenis bahan yang disambungkan. Tidak
dipakainya energi panas sebagai energi utama merupakan kelebihan sendiri pada
bahan tertentu dan tipis, hanya saja kurang berhasil untuk ketebalan benda
kerja diatas 2,5mm x 2.
Berbagai
bentuk las ultrasonic:
Wedge
reed spot.
Leteral
drive spot.
Overthung
copuler spot.
Line.
Ring.
Continuous
seam.
5. Las eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW)
Las
eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW) dikembangkan dari pengamatan seseorang
dimasa PD I, ada pecahan-pecahan bom yang melekat kuat pada logam lain yang
tertumbuk. Carl dalam penelitiannya menyimpulakan bahwa pecahan bom tersebut
menempel karena efek jet pada saat terjadi tumbukan. Efek jet mampu
membersihkan kotoran yang melekat pada permukaan kedua benda sehingga terjadi
kontak antar atom kedua benda dan menghasilkan ikata yang cukup kuat.
6. Las Laser.
Pada
tahun 1955 para ahli fisika berhasil menemukan sinar laser, secara sederhana
dapat dikatakan sinar yang diproduksi pada panjang gelombang tertentu dan
parallel, kemudian diperbesar, sinar tersebut selanjutnya difokuskan. Panas
yang dihasilkan pada titik focus sangat tinggi. Menjelang tahun 1970, laser
mulai diterapkan pad alas, laser sebagai sinar dapat diatur secara akurat sehingga
las laser sangatsesuai untuk peralatan-peralatan khusus.
Las
laser dapat dipakai untuk mengelas benda-benda dengan ketebalan 0,13mm sampai
29mm pada kecepatan geser berkisar dari 21 mm/dt sampai 1,2 mm/dt. Persoalan
yang timbul pad alas laser sama halnya dengan las electron, kerenggangan benda
kerja sangat kecil antara 0,03 sampai 0,15.sampai pada waktu ini banyak sekali
cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan
karena perlu adanya kesepakatan dalam hal-hal tersebut. Secara konvensional
cara-cara pengklasifikasi tersebut pada waktu ini dapat dibagi dua golongan,
yaitu klasifikasi berdasarkan kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang
digunakan.
Sumber
: dirangkum dari internet
Diposkan
oleh SM-Biro Bangunan di 18:42
Label:
Artikel Rumah
Pengertian Las
Pengelasan
(welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara
mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan
dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang continue.
Lingkup
penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi perkapalan,
jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran dan sebagainya.
Disamping
untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya
untuk mengisi lubang-lubang pada coran. Membuat lapisan las pada perkakas
mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macam-macam reparasi lainnya.
Pengelasan
bukan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai
ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan
harus betul-betul memperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara
sifat-sifat lasdengan kegunaan kontruksi serta kegunaan disekitarnya.
Prosedur
pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak
masalah-masalah yang harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan
bermacam-macam penngetahuan.
Karena
itu di dalam pengelasan, penngetahuan harus turut serta mendampingi praktek,
secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa perancangan kontruksi bangunan
dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara-cara
pengelasan. Cara ini pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang akan digunakan,
berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.
Berdasarkan
definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari
definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan
setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Pada waktu
ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang
dilaksanakan dengan cara menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan
antara atom-atom molekul dari logam yang disambungkan.klasifikasi dari
cara-cara pengelasan ini akan diterangkan lebih lanjut.
Pada
waktu ini pengelasan dan pemotongan merupakan pengelasan pengerjaan yang amat
penting dalam teknologi produksi dengan bahan baku logam. Dari pertama
perkembangannya sangat pesat telah banyak teknologi baru yang ditemukan.
Sehingga boleh dikatakan hamper tidak ada logam yang dapat dipotong dan di las
dengan cara-cara yang ada pada waktu ini.
Dalam
bab ini akan diterangkan beberapa cara penngelasan dan pemotongan yang telah
banyak digunakan sedangkan penerapannya dalam praktek akan diterangkan dalam
bab-bab yang lain.
Posisi Pengelasan
Posisi
pengelasan atau sikap pengelasan adalah pengaturan posisi dan gerakan arah dari
pada elektroda sewaktu mengelas. Adapun pisisi mengelas terdiri dari empat
macam yaitu:
#
Posisi di Bawah Tangan
Posisi
di bawah tangan yaitu suatu cara pengelasan yang dilakukan pada permukaan
rata/datar dan dilakukan dibawah tangan. Kemiringan elektroda las sekitar 10º -
20º terhada garis vertikal dan 70º - 80º terhadap benda kerja.
#
Posisi Tegak (Vertikal)
Mengelas
posisi tegak adalah apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau kebawah.
Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair yang
mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan kemiringan
elektroda sekitar 10º - 15º terhada garis vertikal dan 70º - 85º terhadap benda
kerja.
#
Posisi Datar (Horisontal)
Mengelas
dengan horisontal biasa disebut juga mengelas merata dimana kedudukan benda
kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horisontal. Sewaktu mengelas
elektroda dibuat miring sekitar 5º - 10º terhada garis vertikal dan 70º - 80º
kearah benda kerja.
#
Posisi di Atas Kepala (Over Head)
Posisi
pengelasan ini sangat sukar dan berbahaya karena bahan cair banyak berjatuhan
dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan perlengkapan yang serba
lengkap antara lain: Baju las, sarung tangan, sepatu kulit dan sebagainya.
Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas juru las dan
kedudukan elektroda sekitar 5º - 20º terhada garis vertikal dan 75º - 85º
terhadap benda kerja
Posisi
pengelasan ada empat macam:
1.
posisi dibawah tangan (lihat w, h)
2.
posisi mendatar / horizontal (lihat q)
3.
posisi vertical (lihar s)
4.
posisi diatas kepala (lihat u)
Dibawah
ini akan diuraikan cara pengelasan bagi masing-masing posisi
1.
posisi dibawah tangan
Dari
keempat posisi pengelasan tersebut, posisi bawah tanganlah yang paling mudah
melakukannya. Oleh sebab itu untuk menyelasaikan setiap pekerjaan pengelasan
sedapat mungkin diusahakan pada posisi dibawah tangan.
Penjelasan:
-
pada gambar anda dapat melihat bagaimana seharusnya sudut-sudut elektroda pada
berbagai macam kampuh.
Kemiringan
elektroda 10 derajat – 20 derajat terhadap garis vertical kearah jalan
elektroda.
-
kampuh berimpit
-
kampuh T
Tebal
pelat tidak sama
2.
posisi mendatar / horizontal
Pada
posisi horizontal kedudukan benda dibuat tegak dan arah pengelasan mengikuti
garis horizontal.
Posisi
elektroda dimiringkan kira-kira 5o – 10o kebawah, untuk menahan lelehan logam
cair, dan 20o kearah lintasan las (sudut jalan elektroda 70o).
Panjang
busur nyala dibuat lebih pendek kalau dibandingkan dengan panjang busur nyala
pada posisi pengelasan dibawah tangan.
Pengerukan
benda kerja sering terjadi karena:
-
busur nyala terlalu panjang
-
ampere pengelasan terlalu tinggi
-
kecepatan jalan elektroda terlalu lambat
Disini
diperlihatkan dua macam ayunan yang umum dipakai pada sisi horizontal.
3.
posisi vertical
Pada
pengelasan vertical, benda kerja dalam posisi tegak dan arah pengelasan dapat
dilakukan keatas/ naik atau kebawah/ turun.
Arah
pengelasan yang dilakukan tergantung kepada jenis elektroda yang dipakai. Elektroda
yang berbusur lemah dilakukan pengelasan keatas, elektroda yang berbusur keras
dilakukan pengelasan kebawah.
Dalam
mengelas vertical, cairan logam cenderung mengalir kebawah. Kecenderungan
penetesan dapat diperkecil dengan memiringkan elektroda 10o – 15o kebawah
(lihat gambar).
Untuk
pengelasan keatas diperlukan pengayunan elektroda yang teliti dan tepat
sehingga dapat diperoleh hasil rigi-rigi yang baik.
Arus
pengelasan keatas, lebih kecil dari pada pengelasan kebawah.
Disini
diperlihatkan beberapa macam ayunan elektroda mengelas posisi vertical.
Gambar
A, bentuk ayunan elektroda bersalut sedang pada pengisian lapisan pertama pada
kampuh-kampuh
Gambar
B, bentuk ayunan elektroda bersalut tebal pada pengisian lapisan pertama
Gambar
C dan D, bentuk ayunan elektroda bersalut sedang pada pengisian lapisan
terakhir.
Macam-macam
ayunan yang lain adalah:
Tiga
macam ayunan untuk kampuh berimpit dan kampuh T
Ayunan
untuk kampuh V
Keamanan:
Kenakanlah
perlengkapan pengaman sebaik mungkin.
4.
posisi diatas kepala
Posisi
pengelasan diatas kepala, bila benda kerja berada pada daerah sudut 45o
terhadap garis vertical, dan juru las berada dibawahnya.
Pengelasan
posisi diatas kepala, sudut jalan elektroda berkisar antara 75o – 85o tegak
lurus terhadap kedua benda kerja.
Busur
nyala dibuat sependek mungkin agar pengaliran cairan logam dapat ditahan.
Ada
dua jenis ayunan elektroda pada pengelasan diatas kepala. Pada umumnya ayunan
elektroda hamper sama dengan ayunan elektroda pada posisi vertical.
Disini
diperlihatkan kedudukan elektroda pada pengelasan kampuh T, kampuh berimpit,
dengan pengisian rigi yang berlapis.
Pengisian
lapis pertama, elektroda tidak perlu diayun. Lapis kedua, elektroda dapat
diayun atau tanpa diayun.
Urutan
pengisian dan sudut elektroda pada kampuh berimpit tegak.
Pengelasan
diatas kepala ini sangat sukar dan berbahaya, sebab percikan logam banyak yang
jatuh.
Keamanan:
Pakailah
pelindung sarung tangan, sepatu tidak boleh ada yang koyak atau berlubang dan
kantong-kantong (saku) tidak boleh terbuka.
Agar
tangan lebih jauh dari percikan cairan logam, maka elektroda sering
dibengkokkan dekat mulut elektroda.
Jenis bahan/material untuk pengelasan dipahami dengan benar Seorang juru las harus memahami jenis bahan/material
yang akan di las. Apakah bahan tersebut mengandung besi (bahan ferro) ataukah
bahan tersebut adalah bahan yang tidak mengandung besi (bahan non ferro). Di
samping itu pula, seorang juru las harus memperhatikan apakah bahan tersebut
bahan paduan ataukah bahan murni.
Dengan
mengetahui jenis bahan dan paduannya, maka akan dapat menentukan bagaimana
proses pengelasan dilakukan, baik persiapan, pelaksanaan/proses, maupun
finishing.
Pada
tahap persiapan, akan ditetapkan proses las yang digunakan (SMAW, GTAW, GMAW,
OAW, SAW) berikut gas pelindungnya, jenis elektroda yang digunakan, adanya pre
heating/post heating, jenis polaritas yang digunakan (AC/DC+/DC-), besar
kecilnya arus pengelasan, jenis nyala las untuk OAW atau tindakan-tindakan lain
sehingga mengasilkan pengelasan yang baik yang memiliki kekuatan mekanis,
kimiawi, maupun yang lainnya relatif sama dengan bahan dasar yang dilas. Pada
proses pengelasan. Hasil dari pengelasan yang baik ini akan memberikan jaminan
bagi pengguna/lingkungan akan keselamatan kerja dan umur konstruksi.
Ihtisar
bahan teknik dapat dilihat pada bagan berikut.
Bahan-bahan
di atas akan sangat baik jika dilakukan pengelasan dengan bahan tambah yang
memiliki sifat kimia maupun mekanik yang sama dengan bahan dasarnya.
Pemilihan
jenis mesin las, polaritas, besar kecilnya arus pengelasan, jenis nyala las
untuk las OAW dan pengadaan pre heating dan post heating akan mempengaruhi
sifat-sifat kimia maupun mekanis dari bahan tersebut. Untuk itu perlu ada
referensi pengaruh hal-hal tersebut di atas terhadap hasil lasan, terutama
pengaruh kalor terhadap struktur logam dan sifat-sifatnya.
a. Langkah-langkah pengelasan adalah sebagai berikut :
a. Langkah-langkah pengelasan adalah sebagai berikut :
2) Pengaturan
mesin las
3) Pengaturan arus
listrik
4) Persiapan
mengelas
5) Penyalaan busur
b. Pengelasan
Beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pengelasan adalah :
1) Tinggi
Busur.
2)
Kecepatan Pengelasan.
3)
Mematiakan busur
4)
Pembersih terak.
c. Kesalahan las
1) Kesalahan yang
supervisial (dapat dilihat dengan mata)
a) Undercutting (trkikis)
b) Weaving fault (bentuk rigi las tidak rata)
c) Surface
porosity
d) Fault of electrode change (kesalahan penggantian elektroda)
e) Weld spatter (percikan-percikan las)
f) Rigi las
terlalu tinggi (overlap)
g) Rigi las
terlalu lebar
h) Rigi las tidak
beraturan
i) Rigi las
terlalu tipis (cekung)
j) Retak
longitudinal permukaan
k) Retak
transversal (melihat sumbu)
2) Kesalahan yang
tidak dapat dilihat dengan mata (internal defect).
a) Dasar concave
(cekung)
b) Dasar
berlubang-lubang
c) Lelehan dasar
d) Incomplete
penetration
e) High low
(tinggi rendah)
f) Retak
kaki burung (bird claw crack)
d. Perubahan bnetuk
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya perubahan bentuk adalah :
a. Karena masukan
panas
b. Karena penahan
atau penghalang pada sambungan las
Langkah-langkah pencegahan dan
penanganan perubahan bentuk pada hasil lasan dengan awal meluruskan semua
bagian las yang akan dilas, serta langkah-langkah berikut ini :
a. Pengurangan masukan panas pada
logam lasan dengan mengurangi panjang lasan, memilih bentuk kampuh
b. Menentukan
urutan pengelasan yang tepat
c. Proses
pengelasan dengan menggunakan alat bantu pemegang
Untuk menunjang keberhasilan
pelaksanaan pengelasan, diperlukan berbagai alat bantu yang berguna untuk
menunjang kelancaran proses pengelasan.
a. Palu Las
b. Penjepit
c. Sikat Baja
Untuk menjamin kelancaran dan
keselamatan pada pengelasan maka harus diperhatikan penggunaan alat keselamatan
kerja pengelasan dan pencegahan bahaya pada waktu mengelas
a. Pelindung mata
b. Pelindung muka
c. Pelindung
pernafasan
d. Baju Las (Apron)
e. Sepatu Las
f. Sarung
Tangan Las
Pencegahan bahaya las yang harus
dilakukan yang diakibatan oleh beberapa hal pada proses pengelasan yaitu :
a. Sinar
ultraviolet
b. Cahaya tampak
c. Sinar infra
merah
Pada proses pengelasan busur manual
yang menggunakan arus listrik sebagai pembangkit busur dapat menimbulkan
terjadinya kecelakaan akibat dari sengatan listrik yang dapat mengakibatkan
kematian, untuk itu perlu diketahui hal-hal yang dapat mengakibatkan terjadinya
kecelakaan tersebut :
a. Menggunakan
sarung tangan, sepatu dan baju las yang berisolasi.
b. Apabila
berkeringat hendaknya menghentikan proses pengelasan.
c. Mesin las yang
terpasang harus dilengkapi dengan penurun tegangan otomatis.
d. Harus
menggunakan pemegang elektroda (holder) dan kabel las yang berisolator
sempurna.
e. Pemegang
elektroda (holder) harus diletakkan pada tempat yang berisolator.
f.
Penggunaan ground untuk setiap pemasangan mesin las.
g. Penggantian
elektroda pada saat melakukan pengelasan harus dilakukan secara hati-hati.
h. Dalam keadaan
tidak terpakai mesin las harus dimatikan.
a.
Alat bantu las busur manual
Untuk menunjang keberhasilan
pelaksanaan pengelasan, diperlukan berbagai alat bantu yang berguna untuk
menunjang kelancaran proses pengelasan.
1) Palu Las
Palu las digunakan untuk melepaskan
dan mengeluarkan terak las pada jalur las dengan jalan memukulkan atau
menggoreskan pada daerah las.
Pada saat melepaskan terak las
dengan menggunakan palu las hendaknya
berhati-hati karena memungkinkan
akan memercik ke mata atau kebagian badan lainnya, Gambar dibawah adalah gambar
palu las dengan salah satu ujungnya runcing dan ujung yang lain pipih.
2) Penjepit
Penjepit las digunakan untuk
menjepit benda pekerjaan yang panas akibat pengelasan. Oleh karena bentuk benda
yang dilas bermacam-macam, maka diperlukan bentuk mulut penjepit yang
berbeda.
3) Sikat Baja
Sikat baja berfungsi untuk
membersihkan kotoran yang ada pada permukaan benda kerja. Kotoran yang berada
di permukaan benda kerja adalah karat, lapisan oksida dan terak yang dihasilkan
dari pengelasan.
a. Pesawat las
1) Pesawat las
arus bolak-balik (AC).
2) Pesawat las
arus searah (DC).
3) Pesawat las
AC-DC.
b. Arus listrik
pada pengelasan busur manual
1) Arus searah
(arus AC)
2) Arus bolak
balik (arus DC)
Pada penggunaan arus searah dalam
pengelasan dapat dilakukan dengan dua cara pengutuban yang akan mempengaruhi
terhadap hasil lasan yang ingin didapatkan.
(a) Pengkutuban langsung
(b) Pengkutuban terbalik
Pemilihan jenis arus maupun
pengkutuban pada pengelasan bergantung pada pengelasan bergantung kepada :
(a) Jenis bahan dasar yang
akan dilas.
(b) Jenis elektroda yang
dipergunakan.
c. Memasang
kabel pada mesin las
Pemasangan kabel dilakukan pada
beberapa bagian , yaitu :
1)
Kabel las dipasang pada mesin las
2) Kabel dipasang
pada penjepit elektroda dan klem massa
d. Melayani
Peralatan Las Busur Manual
1) Melayani mesin
las AC
Secara prinsip dari berbagai macam
bentuk mesin las AC mempunyai kesamaan pada langkah pengoperasiannya dari mulai
menghidupkan mesin las sampai pada pengaturan arus.
2) Melayani mesin las
DC
Ada perbedaan yang sangat prinsip
untuk melayani mesin las DC dibandingkan dengan mesin las AC, hal ini
dikarenakan untuk mendapatkan arus las dilakukan dengan membangkitkan generator
baik generator motor bensin maupun motor diesel.
e. Elektroda las
Elektroda berselaput yang
digunakan pada las busur manual mempunyai perbedaan komposisi selaput
maupun kawat inti, ukuran standar diameter kawat inti elektroda dari 1,5 mm
sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm.
Jenis-jenis selaput fluksi pada
elektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (CaCO3), titanium dioksida
(rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi, besi silicon,
besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda, untuk tiap
jenis elektroda dengan tebal selaput elektroda berkisar antara 10% sampai 50%
dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput.
a) Elektroda baja lunak.
Dari bermacam-macam jenis elektroda
baja lunak perbedaannya hanyalah pada jenis selaputnya. Sedangkan kawat intinya
sama.
(1) E 6010 dan E
6011.
Elektroda ini adalah jenis elektroda
selaput selulosa yang dapat dipakai untuk pengelasan dengan pemenbusan yang
dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi dan terak yang tipis dapat dengan
mudah dibersihkan. Deposit las biasanya mempunyai sifat-sifat mekanik yang baik
dan dapat dipakai untuk pekerjaan dengan pengujian Radiografi. Selaput selulosa
dengan kebasahan 5% pada waktu pengelasan akan menghasilkan gas pelindung.
E 6011 mengandung Kalium untuk
membantu menstabilkan busur listrik bila dipakai arus AC.
(2) E 6012 dan E
6013.
Kedua elektroda ini termasuk jenis
selaput rutil yang dapat menghasilkan penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai
untuk pengelasan segala posisi. Tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik
untuk posisi pengelasan tegak arah ke bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai
pada amper yang relatif lebih tinggi dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih
banyak Kalium memudahkan pemakaian pada voltase mesin yang rendah. Elektroda
dengan diameter kecil kebanyakan dipakai untuk pengelasan pelat tipis.
(3) E 6020.
Elektroda jenis ini dapat
menghasilkan penembusan las sedang dan teraknya mudah dilepas dari lapisan las.
Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi dan mangan. Cairan terak yang
terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan pada pengelasan dengan posisi lain
dari pada bawah tangan atau datar pada las sudut.
(4) Elektroda
dengan selaput serbuk besi.
Selaput elektroda jenis E 6027, E
7014, E 7018, E 7024 dan E 7028 mengandung serbuk besi untuk meningkatkan
efisiensi pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan
bertambahnya persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambah
tebalnya selaput akan memerlukan amper yang lebih tinggi.
(5) Elektroda
hydrogen rendah.
Selaput elektroda jenis ini
mengandung hydrogen yang rendah (kurang dari 0,5%), sehingga deposit las juga
dapat bebas dari porositas. Elektroda ini dipakai untuk pengelasan yang
memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misalnya untuk pengelasan bejana dan
pipa yang akan mengalami tekanan.
Jenis-jenis elektroda hydrogen
rendah misalnya E 7015, E 7016 dan E 7018.
a. Klasifikasi cara pengelasan
1) Pengelasan cair
2) Pengelasan
tekan
3) Pematrian
Pengelompokan cara pengelasan
berdasarkan sumber panas, yaitu:
1) Pengelasan gas
2) Pengelasan
busur listrik
3) Pengelasan
tekan (las tahanan listrik)
4) Pengelasan
tempa
5) Pengelasan
kimia
Las busur manual atau umumnya
disebut dengan las listrik adalah termasuk suatu proses penyambungan logam
dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. yaitu :
1) Las busur
dengan elektroda karbon.
2) Las busur
dengan elektroda logam.
Beberapa jenis pengelasan dengan
busur listrik adalah :
1) Las busur
dengan elektroda berselaput (SMAW)
2) Las TIG (GTAW)
3) Las MIG
(GMAW)
4) Las listrik
submerged.
a. Persiapan
pengelasan
1) Sambungan
tumpul.
macam-macam bentuk kampuh pada
sambungan tumpul adalah :
§ Kampuh I tertutup dan terbuka
§ Kampuh V dan ½ V
§ Kampuh X dan ½ X atau K
§ Kampuh U dan ½ U atau J
2) Sambungan
pinggir atau sambungan tepi
3) Sambungan
tumpang
4) Sambungan sudut
Macam posisi pengelasan yang sudah
lumrah digunanakan yaitu :
1) Posisi bawah
tangan
2) Posisi mendatar
3) Posisi tegak
4) Posisi atas
kepala
Untuk mempermudah pelaksanaan
pengelasan maka pada gambar rencana pengelasan di cantumkan lambang dan kode
pengelasan yang menjelaskan tentang :
1) tempat dimana
proses pengelasan dilakukan.
2) kondisi
pengelasan yang dilakukan.
3) ukuran
penampang potong las.
4) jenis sambungan
yang digunakan.
5) kontur hasil
rigi las yang diinginkan.
b.
Standarisasi teknisi las
Untuk menjamin kualitas hasil lasan
pada setiap pelaksanaan pengelasan maka diperlukan teknisi las yang mempunyai
kualifikasi dengan pekerjaan pengelasan yang dilakukan, hal ini dilakukan
dengan cara menstandari sasikan teknisi las berdasarkan posisilas.
Luka Bakar
Luka bakar dapat terjadi
karena :
§ Logam panas
§ Busur cahaya
§ Loncatan bunga api
Luka bakar dapat diakibatkan oleh
logam panas karena adanya pencairan benda kerja antara 12000C –15000C , sinar
ultra violet dan infra merah, hal ini dapat mengakibatkan luka bakar pada
kulit.
Luka bakar pada kulit dapat
menyebabkan kulit melepuh / terkelupas, dan yang sangat fatal dapat menyebabkan
kanker kulit.
Luka bakar pada mata mengakibatkan
iritasi ( kepedihan, silau ) yang sangat fatal menyebabkan katarak pada
mata. Luka bakar yang diakibatkan oleh loncatan bunga api adalah loncatan
butiran logam cair yang ditimbulkan oleh cairan logam. Biarpun bunga api itu
kecil, tapi dapat melubangi kulit melalui pakaian kerja, lobang kancing yang
lepas atau pakaian kerja yang longgar.
Pencegahan
Luka Bakar :
Untuk mencegah luka bakar, operator
las harus memakai baju kerja yang lengkap yang meliputi :
§ Baju kerja (overall) dari bahan
katun
§ Apron / jaket kulit
§ Sarung tangan kulit
§ Topi kulit ( terutama untuk pengelasan posisi di atas kepala
)
§ Sepatu kerja
§ Helm / kedok las
§ Kaca mata bening, terutama pada saat membuang terak.
§ Pencegahan Kecelakaan karena Sinar
Las :
§
Memakai pelindung mata dan muka ketika mengelas, yaitu kedok atau helm las.
§
Memakai peralatan keselamatan dan kesehatan kerja ( pakaian pelindung ) pakaian
kerja , apron / jaket las, sarung tangan , sepatu keselamatan kerja ).
§
Buatlah batas atau pelindung daerah pengelasan agar orang lain tidak terganggu
(menggunakan kamar las yang tertutup, menggunakan tabir penghalang.
Kedok
las dan helm las dilengkapi dengan kaca penyaring (filter) untuk menghilangkan dan menyaring sinar infra merah dan
ultra violet (Gambar
3 ) . Filter dilapisi oleh kaca bening atau kaca plastik yang
ditempatkan disebelah luar dan dalam, fungsinya untuk melindungi filter dari percikan-percikan las.
Sinar Las
Dalam
proses pengelasan timbul sinar yang membahayakan operator las dan pekerja lain
didaerah pengelasan.
Sinar
yang membahayakan tersebut adalah :
§
Cahaya tampak
§
Sinar infra merah
§
Sinar ultra violet
a) Cahaya Tampak :
Benda
kerja dan bahan tambah yang mencair pada las busur manual mengeluarkan cahaya
tampak Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diterusksn oleh lensa dan
kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka mata akan segera
menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin menjadi sakit. Rasa lelah dan
sakit pada mata sifatnya hanya sementara.
b) Sinar Infra Merah :
Sinar
infra merah berasal dari busur listrik. Adanya sinar infra merah tidak segera
terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya, sebab tidak diketahui,
tidak terlihat.
Akibat
dari sinar infra merah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu akan terjadi
pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea dan kerabunan.
Jadi
jelas akibat sinar infra merah jauh lebih berbahaya dari pada cahaya tampak.
Sinar infra merah selain berbahaya pada mata juga dapat menyebabkan terbakar
pada kulit berulang-ulang (mula-mula merah kemudian memar dan selanjutnya
terkelupas yang sangat ringan).
c) Sinar Ultra Violet
Sinar
ultra violet sebenarnya adalah pancaran yang mudah terserap, tetapi sinar ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh.
Bila sinar ultra violet yang terserap oleh lensa melebihi jumlah tertentu ,
maka pada mata terasa seakan-akan ada benda asing didalamnya dalam waktu antara
6 sampai 12 jam, kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada
umumnya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.
Teknik pengelasan
Dalam
membangun rumah, terkadang ada beberapa komponen rumah dari logam yang harus
dibuat dengan cara pengelasan, misalnya teralis, railing, atau kanopi. Bahkan
lebih jauh lagi dalam pembuatan rangka atap bangunan yang berukuran besar
seperti gudang atau gedung dengan bentang lebih dari 10 meter pada umumnya
harus menggunakan struktur rangka baja (profil siku, kanal atau pipa) maupun
struktur gable (profil WF, kanal) yang dibentuk dengan menggunakan teknik
pengelasan sebelum akhirnya dirakit (erection) di lokasi dengan menggunakan
sambungan baut ataupun sambungan las.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar