A. Pendahuluan
Bahan bakar mesin diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan
senyawa nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam
bahan bakar diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin dan aromatik.
Sedangkan untuk senyawa nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang
mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur loga m seperti vanadium, nikel dan besi. ASTM mengklasifikasikan bahan bakar diesel menjadi tiga tingkatan, yaitu :
-
Tingkat 1-D
Merupakan bahan bakar yang volatile untuk mesin dengan perubahan kecepatan dan loading yang berfrekuensi, misalnya untuk kendaraan bermotor.
-
Tingkat 2-D
Merupakan bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin industri, mesin kapal laut dan lokomotif.
-
Tingkat 4-D
Bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin berkecepatan rendah dan sedang.
Pada
Tabel 7 diberikan karakteristik bahan bakar untuk masing-masing
tingkatan yang ditetapkan oleh ASTM. Untuk tingkat 1-D dan 2-D
dicantumkan pula karakteristik bahan bakar untuk kandungan sulfur
rendah. Standar bahan bakar pada Tabel 7 merupakan batas minimum yang
dibutuhkan untuk menjamin kinerja yang memuaskan dari mesin diesel.
Dapat dilihat pula bahwa semakin tinggi tingkatannya, temperatur
distilasi akan semakin tinggi artinya volatilitas semakin rendah.
Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
-
Automotive Diesel Oil ( ADO ), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin di atas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel. Biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.
-
Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel.
Tabel 7. Standar ASTM untuk minyak diesel
Mesin-mesin dengan putaran mesin yang cepat (>1000 rpm) membutuhkan bahan dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak diesel. Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan
menyala sendiri), kemudaham mengalir dalam saluran bahan bakar,
kemampuan untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan
karakteristik lain.
B. Karateristik Umum Minyak Diesel
Karakteristik yang umum perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan bakar diesel antara lain viskositas, angka setana, berat jenis,
titik tuang, nilai kalor pembakaran, volatilitas, kadar residu karbon,
kadar air dan sedimen, indeks diesel, titik embun, kadar sulfur, dan
titik nyala.
B.1. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik
ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin
diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan
injeksi serta ukuran lubang injektor. Viskositas yang lebih tingi akan
membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar dengan
momentum tinggi dan memiliki kecenderungan untuk bertumbukan dengan
dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan
pemadaman flame dan peningkatan deposit dan emisi mesin.
Bahan bakar dengan viskositas lebih rendah memproduksi spray yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh ke dalam silinder pembakaran, sehingga terbentuk daerah fuel rich zone yang
menyebabkan pembentukan jelaga. Viskositas juga menunjukkan sifat
pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar. Viskositas yang relatif
tinggi mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik. Pada umumnya, bahan
bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah
mengalir dan teratomisasi Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat
membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas
minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah
terjadinya keausan akibat gerakan piston yang cepat.
B.2. Angka Setana
Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (auto ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa campuran antara normal setana (C16H34) dengan alpha methyl naphtalene (C10H7CH3) atau dengan heptamethylnonane (C16H34). Normal setana memiliki angka setana 100, alpha methyl naphtalene memiliki angka setana 0, dan heptamethylnonane memiliki
angka setana 15. Angka setana suatu bahan bakar biasanya didefinisikan
sebagai persentase volume dari normal setana dengan
campurannya tersebut.
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala
pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah
menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif
tinggi. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana
yang tinggi dapat mencegah terjadinya knocking karena
begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran maka bahan
bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi.
B.3. Berat Jenis
Berat jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume, karakteristik
ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin
diesel per satuan volume bahan bakar. Berat jenis bahan bakar diesel
diukur dengan menggunakan metode ASTM D287 atau ASTM D1298 dan mempunyai
satuan kilogram per meter kubik (kg/m3).
B.4. Titik Tuang
Titik tuang adalah titik temperatur terendah dimana mulai terbentuk kristalkristal
parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Titik tuang ini
dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium),semakin tinggi
ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga
dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon
maka semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan
menggunakan metoda ASTM D97.
B.5. Nilai Kalor Pembakaran
Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam tiap satuan massa bahan bakar. Nilai kalor dapat diukur dengan bomb kalorimeter kemudian dimasukkan dalam rumus :
Nilai Kalor (kcal/kg) = {8100 C + 3400 ( H – O/8)} : 100
Nilai kalor H, C, dan O dinyatakan dalam persentase berat setiap unsur yang terkandung dalam satu kilogram bahan bakar.
B.6. Volatilitas
Volatilitas adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa menjadi fasa uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah menandakan tingginya volatilitas.
B.7. Kadar Residu Karbon
Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari range bahan bakar. Adanya
fraksi hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam ruang
pembakaran yang dapat mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur tinggi
deposit karbon ini dapat membara, sehingga menaikkan temperatur silinder
pembakaran.
B.8. Kadar Air dan Sedimen
Pada negara yang mepunyai musim dingin kandungan air yang terkandung
dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran
bahan bakar. Selain itu, keberadaan air dapat menyebabkan korosi dan
pertumbuhan mikro organisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan
bakar. Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan juga dan kerusakan mesin.
B.9. Indeks Diesel
Indeks diesel adalah suatu parameter mutu penyalaan pada bahan bakar mesin
diesel selain angka setana. Mutu penyalaan dari bahan bakar diesel
dapat diartikan sebagai waktu yang diperlukan untuk bahan bakar agar
dapat menyala di ruang pembakaran dan diukur setelah penyalaan terjadi.
cara menentukkan indeks diesel dari suatu bahan bakar mesin diesel dapat
dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Indeks Diesel = {Titik Anilin (oF) x API Gravity} : 100
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa nilai indeks diesel dipengaruhi oleh titik anilin dan berat jenisnya.
B.10. Titik Embun
Titik embun adalah suhu dimana mulai terlihatnya cahaya yang berwarna
suram relatif terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak diesel
dalam proses pendinginan. Karakteristik ini ditentukan dengan
menggunakan metoda ASTM D97.
B.11. Kadar Sulfur
Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straight-run)
sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Pada
umumnya, kadar sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari
kandungankandungan dalam minyak mentahnya. Kandungan sulfur yang
berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat menyebabkan terjadinya keausan
pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena adanya
partikel-partikel padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan
dapat juga disebabkan karena keberadaan oksida belerang seperti SO2 dan SO3. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metode ASTM D1551.
B.12. Titik nyala ( flash point)
Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar dapat menyala. Hal ini berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar